Kita bersyukur karena hidup dalam negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sebab Negara Pancasila bukan Negara Agama, dan bukan pula Negara Sekuler. Negara Pancasila tidak mengenal agama negara. Ini berarti semua agama yang ada mendapat perlakuan yang sama oleh negara dan memberi tempat pada kebebasan beragama. Tetapi harus kita sadari bahwa masyarakat Indonesia super majemuk, terdiri dari berbagai suku, adat istiadat, budaya, antargolongan dan agama yang rawan konflik. Apalagi watak dari agama itu memiliki potensi ketidakrukunan atau konflik. Agama punya watak absolutisme atau kebenaran

mutlak masing-masing agama, juga watak ekspansionisme, atau mengembangkan diri. Ini

yang menimbulkan gesekan di antara sesama.

Menyadari potensi konflik ini, pemerintah berupaya dengan berbagai kebijakan dalam rangka menciptakan kerukunan kehidupan beragama, baik antarumat, intern umat dan antarumat dengan pemerintah. Kita mengakui walaupun pelbagai upaya menjaga kerukunan, tetapi dalam kenyataannya, konflik bernuansa agama itu tetap saja terjadi, dalam berbagai bentuk seperti pengrusakan dan pembakaran rumah-rumah ibadah dan lainnya.

Keadaan inilah yang mendorong penulis membuat buku ini yang bertujuan untuk menjelaskan tentang konsep atau pemahaman ajaran masing-masing agama dan setelah mengenalnya diharapkan agar kita bisa saling menghormati dan menghargainya. Sebab tidak jarang bahwa konflik agama itu terjadi karena ketidaktahuan pemahaman

ajaran masing-masing agama, sehingga timbul saling menjelekkan, mengejek dan menghina

dalam pelbagai kehidupan masyarakat khususnya menyangkut agama.

Buku ini juga tidak membawa kita kepada suatu pemahaman adanya agama "gado-

gado", atau sinkretisme, yakni paham yang dihasilkan oleh perpaduan atau pemaduan dua

aliran atau agama, yang tujuannya agar memperoleh keserasian, keseimbangan dan

kesesuaian. Buku ini mempertegas pemahaman ajaran masing-masing agama.

Melalui buku ini juga mengajak umat Kristen berdialog dengan kasih terhadap sesama yang bukan seiman, dan tidak menganggap mereka sebagai lawan atau musuh, tetapi sebagai teman, sebagai keluarga besar bangsa Indonesia, dan umat manusia keluarga besar Allah.

Buku ini kiranya dapat membantu umat Kristen tidak hanya para Pemberita Injil, tetapi Kaum Awam dalam bergaul dan bersaksi di tengah-tengah masyarakat majemuk,

dengan rukun dan damai tanpa menghilangkan identitas diri Kristianinya.

Penulis bukan seorang Teolog, dan berlatar belakang pendidikan di Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada Jurusan Ilmu Publisistik dan bekerja sebagai wartawan di Harian Umum "Sinar Harapan" dan sekarang "Suara Pembaruan", sejak tahun 1966, dan sekitar 10 tahun terakhir meliput bidang agama, dan menggeluti kajian perbandingan agama.

Jakarta, September 1996